Jumat, 13 Oktober 2017

Sumpek dan macet kala hujan reda


SUMPEK, iya sumpek dengan kemacetan ibukota. Itu semua terlihat ketika klakson kendaraan yang saling berteriak satu sama lain, pemotor yang saling srobot sana-sini, lampu merah bak lampu hijau, dan berujung kepala geleng-geleng sambil menahan rasa marah, kesal, emosi, dan tak sabar. Dan memang satu kata SUMPEK yang bisa mendeskripsikan kota Jakarta. Kota yang berasa tidak pernah tidur, kota yang selalu punya banyak cerita perjuangan dan juga penuh dengan pengalaman hidup yang beragam.

Rasanya macet adalah sesuatu yang tak bisa ditinggalkan dari kota ini, apalagi setelah hujan turun, macet bagaikan pemandangan indah lampu kendaraan dan tempat parkir. Entah sebenarnya siapa yang salah, dan apa yang menjadi masalah, karena memang macet terasa seperti bencana setiap hari yang selalu kurasakan. Pembangunan terus berjalan, peraturan tentang kendaraanpun juga tak luput menjadi fokus pemerintah untuk menghadapi macet. Tapi apalah daya.. zaman semakin berkembang, manusia banyak berdatangan untuk mencari peruntungan, dan menjadikan kemacetan di Jakarta pun semakin panjang. Jika merasakan hujan di atas gunung, bagaikan merasakan kenangan bak anak senja berirama. 

Jujur mungkin ini yang saya dan jutaan orang rasakan setelah hujan datang di Jakarta, berasa macet ini sangat panjang. Arrrggghhhh.. kalau pernah mendengar ungkapan "Habis gelap terbitlah terbitlah terang" namun untuk kota Jakarta ungkapan itu menjadi "Habis hujan terbitlah macet di Ibukota".

Posting Komentar